Kancil memutuskan menepi, menjauh ke atas bukit. Memadangi
rumahnya dari kejauhan. Melihat dari atas aktivitas penghuninya. Sambil menelah
apa yang gerangan terjadi? Apakah pikiran yang merasuk dan beragam prasangka
yangmenyelimuti itu benar adanya? Dia terus mencari jawaban. Atau diri yang
salah dan terlalu egois. Dia terus mencerna dalam diam.
Setelah dikira cukup, kancil turun dari bukit. Tapi saat dia
kembali. Tak menemui Panda dan Meong lagi. Ruangan yang biasa mereka bertemu
telah tersegel dan terkunci. Dia mencari-cari ke berbagai penjuru. Bertemu dengan Meong yang
sedang duduk berangin-angin.
“Apa yang terjadi?”
“Ruangan itu telah
ditutup kemarin.”
“Apa alasannya,”
Meong hanya terseyum getir, ada kekecewaan yang bersemanyam
disana. Terlihat jelas meski dia berusaha menyembunyikannya.
Aku hanya terdiam. “Kembalilah kancil, “ kata Meong.” Kita
bangun mimpi-mimpi yang masih tersisa. Biarlah Harimau dengan segala pemikiran
dan maunya.”
“Meong aku akan berjuang habis-habis terhadap sesuatu. Tapi
pada suatu titik akan menyerah. Jangan sampai kita hanya mendapatkan lelah dan
tak ada hasil apa-apa kecuali kekecewaan.”
“Kau masih sama kancil, tampak begitu egois.”
“Entahlah Meong, aku selalu memiliki alasan yang kuat saat
melakukan sesuatu,” jawabku lirih.
Kami tertawa bersama. Kulihat Panda dari kejauhan terseyum,
seolah tak ada masalah yang terjadi. Panda, sifat berbeda dengan Aku dan meong.
Lembut, halus dan lebih suka berkata Iya dan tidak daripada mengatakan dengan gamblang.
Setelah bertemu dengan meong. kancil tetap merenung dan
berdiam, masih mencari-cari jawaban. Suatu pagi dia melihat ruangan yang bersegel telah terbuka. Tapi bukan Meong dan
Panda yang ada disana. Sosok misterius.
Akhirnya hal yang menyelimuti otaknya terjawab sudah. Meski masih menyimpan misteri.
Kancil tak ingin terlalu banyak berpikir lagi. Begitupun dengan Meong yang
mungkin merasa begitu kecewa “Aku ingin
menutaskan tugas terakhir, baru benar=benar merenung dalam hening,” kata Meong
kepada Kancil yang telah lebih dulu beranjak.
“Mungkin saat ini kita butuh sama-sama merenung,” suara Meong masih terdengar.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan