Buku ini memiliki dua belas
cerpen, masing-masing memiliki kekhasan tersendiri meski tema utamanya
mengangkat kehidupan wanita. Cover buku yang berwarna pink mengambarkan dengan
jelas sisi perempuan.
Pada judul cerpen
mengambar ayah, seorang anak yang tidak pernah mengenal siapa ayahnya. Ibunya yang memperlakukan dirinya dengan semena-mena.
Dia anak yang terbuang, sama sekali tidak diharapkan. Kehadiranya kedunia ini
diagap sebagai monster. Diapun memiliki hoby menggambar wajahnya ayah,
ditembok-tembok sampai dia diagap orang gila.
“Ibu tidak pernah
memperkenalkan benda yang bisa dipanggil bapak kepadaku. Seandainya suatu hari
ia membawa seorang laki-laki dan bilang bahwa lelaki itu adalah bapaku, aku
akan sangat berbahagia.” (hal, 7)
Cerpen dengan
judul buldoser merupakan suara hati, sebentuk gambaran kehidupan di negeri ini.
Alit harus menghapus cita-cita untuk menjadi dokter, sedangkan ayah berusaha
menjadi kepala keluarga yang baik, meski hantaman buldoser menghancurkan rumah
mereka. Mereka pindah kerumah kakek, saat Alit SMA, rumah yang mereka bangun
harus digusur untuk ke sekian kalinya. Terakhir saat ayah meninggal dunia,
kuburannya akan digusur karena pembangunan. Alit menatap nanar, sampai meninggalpun
ayahnya harus dikejar-kejar buldoser.
Sedangkan pada
cerpen telpon dari ibu, menceritakan kerinduan seorang ibu kepada anaknya. Ibu
yang telah pikun sering menelpon anaknya menanyakan hal-hal masa lampau.
Kerinduan seorang ibu yang tak pernah bisa melepaskan kepergian sang anak.
Penulis sepertinya
senang menamai tokohnya dengan nama Alit. Cerpen-cerpen dalam buku ini sarat
dengan pesan moral dan nilai sosial, dikemas dengan begitu apik. Jelas tampak bahwa
jam terbang seseorang dari karya yang dihasilkan.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan