Isnin, 8 Mei 2017

Area Abu-Abu 2




Kancil memutuskan menepi, menjauh ke atas bukit. Memadangi rumahnya dari kejauhan. Melihat dari atas aktivitas penghuninya. Sambil menelah apa yang gerangan terjadi? Apakah pikiran yang merasuk dan beragam prasangka yangmenyelimuti itu benar adanya? Dia terus mencari jawaban. Atau diri yang salah dan terlalu egois. Dia terus mencerna dalam diam.

Setelah dikira cukup, kancil turun dari bukit. Tapi saat dia kembali. Tak menemui Panda dan Meong lagi. Ruangan yang biasa mereka bertemu telah tersegel dan terkunci. Dia mencari-cari  ke berbagai penjuru. Bertemu dengan Meong yang sedang duduk berangin-angin.

“Apa yang terjadi?”
“Ruangan itu telah  ditutup  kemarin.”
“Apa alasannya,”

Meong hanya terseyum getir, ada kekecewaan yang bersemanyam disana. Terlihat jelas meski dia berusaha menyembunyikannya.

Aku hanya terdiam. “Kembalilah kancil, “ kata Meong.” Kita bangun mimpi-mimpi yang masih tersisa. Biarlah Harimau dengan segala pemikiran dan maunya.”

“Meong aku akan berjuang habis-habis terhadap sesuatu. Tapi pada suatu titik akan menyerah. Jangan sampai kita hanya mendapatkan lelah dan tak ada hasil apa-apa kecuali kekecewaan.”

“Kau masih sama kancil, tampak begitu egois.”

“Entahlah Meong, aku selalu memiliki alasan yang kuat saat melakukan sesuatu,” jawabku lirih.

Kami tertawa bersama. Kulihat Panda dari kejauhan terseyum, seolah tak ada masalah yang terjadi. Panda, sifat berbeda dengan Aku dan meong. Lembut, halus dan lebih suka berkata Iya dan tidak daripada mengatakan dengan gamblang.

Setelah bertemu dengan meong. kancil tetap merenung dan berdiam, masih mencari-cari jawaban. Suatu pagi dia melihat ruangan yang  bersegel telah terbuka. Tapi bukan Meong dan Panda yang ada disana. Sosok misterius.

Akhirnya hal yang  menyelimuti otaknya  terjawab sudah. Meski masih menyimpan misteri. Kancil tak ingin terlalu banyak berpikir lagi. Begitupun dengan Meong yang mungkin merasa begitu  kecewa “Aku ingin menutaskan tugas terakhir, baru benar=benar merenung dalam hening,” kata Meong kepada  Kancil yang telah lebih dulu beranjak.

“Mungkin saat ini kita butuh sama-sama merenung,”  suara Meong masih terdengar.

Tiada ulasan: