Isnin, 8 Mei 2017

Area Abu-Abu



Ada sebuah  rumah yang dibangun atas dasar ketulusan. Hati- hati penghuni di dalam terikat satu sama lain. Saling bahu membahu, tak ada yang merasa lebih baik. Kehangatan tercipta seperti matahari yang menyapa bumi. Berpadu dalam satu asa dan tujuan. Meski percikan-percikan kecil tak jarang terjadi, menjadi warna dan penguat yang malah semakin mengkokohkan pondasi rumah itu. Saat semen pondasi itu diaduk. Si Kancil berkata kepada tiga orang temannya. Aku akan tetap berada di rumah ini dan membesarkannya. Berdiri di belakang kalian, bila visi itu tetap ada. Tapi bila visi itu telah berbelok maka aku orang pertama yang akan pergi. Kata-kata kancil itu masih tersimpan dalam bentuk tulisan, di semen yang teraduk yang menjadi bahan pondasi.
                Rumah yang dibangun telah berbentuk, tinggal  mempoles dengan cat. Kancil tak tahu tepatnya kapan. Iya kapan, saat dia menyadari. Pondasi itu tak lagi berbahan dasar ketulusan. Tapi telah berisi beragam kepentingan dan kepentingan dari berbagai sudut dan penghuni. Dia tak bisa membedakan mana ketulusan mana kepentingan . Ruas kepala dipenuhi oleh beragam prasangka dan prasangka.  Benar kata keduaorangtua yang telah tenang di langit “Ada sesuatu yang bisa mengoyahkan  dan merobohkan bangunan yaitu kepentingan.”

Tiada ulasan: