Ahad, 18 Disember 2016

SEPOTONG KISAH : BARAKALLAH SAHABATKU





Masih segar dalam ingatan, lebih kurang empat tahun silam kita bertemu disini, di sebuah tempat yang mungkin tak pernah terpikirkan oleh kita. Tapi takdir tuhan itulah yang membawa langkah kita kesini, untuk sebuah kata mengabdi pada negeri.
Dirantauan, di tempat yang asing, sudah menjadi kodratnya akan berteman dengan orang yang memiliki kesamaan. Iya, salah satunya, sama daerah asal. Kita sama-sama berasal dari SUMSEL. Meski kenyataannya, kita baru bertemu disini.
Masih teringang percakapan,pada  saat kita mengurus berkas-berkas, sambil berjalan kaki di panas terik matahari. Waktu itu, kita sama-sama belum bisa mengendarai motor sendiri (sekarang sudah bisa). Terpaksa berjalan kaki. Sepanjang perjalanan, kau terus berkicau untuk mengalihkan perhatian agar perjalanan ini tidak terlalu memiluhkan oleh peluh yang bercucuran.
“Kakak, aku memiliki mimpi ingin menjadi menteri kesehatan!”
“Apa, kamu mau menjadi menteri kesehatan?” ( meski dia memanggilku kakak, sebenarnya usiaku lebih muda berapa bulan, tapi karena aku duluan lulus kuliahnya, jadi begitulah aturan mainnya di asrama.)
“Aku ingin menjadi pemimpin yang jujur kakak. Akan kubangun sistem kesehatan. Kuberantas yang namanya korupsi.”
“Aku mendukungmu Mer, tapi kalau aku hanya ingin menjadi staf biasa , sambil merajut mimpi-mimpiku. Aku tak ingin menjadi seorang pejabat.”
“Kenapa begitu kakak?”
“Kalau semua mau jadi pejabat, siapa yang akan menjadi bawahannya. Biar aku saja yang bekerja dibawah,” kita tertawa bersama, tanpa terasa  telah sampai. Perjalanan itu belum tuntas, kita harus kekantor RW setempat untuk meminta surat domisili.
Sejak saat itu, aku mulai mengenal dirimu sebagai orang yang memiliki prinsip hidup.
****
Dua bulan yang lalu, tak ada angin dan hujan. “Saat kau berkata, kakak aku akan menikah?”
            “Apa?” sejenak aku terkaget, bukan apa-apa. Tak ada tanda-tanda mengarah sebelumnya. Wajar bila aku kaget.
“Serius, Mer?” dia terkadang suka bercanda.
“Serius kakak,” ada cicin yang melingkar di jemarinya. Ternyata pada waktu pulang kemarin, dia lamaran.
Aku sangat riang mendengar kabar itu. Mengucapkan selamat bahwa sebentar lagi dia akan berubah status.
Aku mulai kepo dengan siapa calonnya, diapun mengatakan bahwa itu adalah teman SMAnya dulu. Dia bercerita, semua serba tiba-tiba dan berjalan begitu cepat.
****
Hari adalah hari bersejarah, bersatunya dua hati atas ridho illahi. Ingin sekali aku hadir disana menyaksikan kebahagianmu, menjadi bagian. Tapi, recana yang telah disusun matang hancur berantakan. Recana aku dan teman-teman rumah sakit akan kesana bersama-sama, sekaligus menginap. Tapi apa daya, tanggal pernikahan bertepat dengan penilaian akredtasi rumah sakit, pegawai tidak boleh izin harus masuk meski hari libur.  Andai saja, antara menggala dan ogan ilir, sedekat, menggala-karang, mungkin kami akan datang.
Meski aku tak bisa hadir disana, teiring doa kebahagianmu, doa-doa terbaik dari sahabatmu. Semoga pernikahannya langgeng. Bahagia selamanya (am..in), semoga tak kecewa yang terlukis karena kami tak bisa hadir. Maafkan, aku sahabat. ^_^
Saat, ini akupun mulai berpikir bahwa usiaku  tak muda lagi. Bila tahun-tahun sebelumnya dan tahun ini, aku tak pernah memasukkan dalam daftar mimpiku  menikah. Tahun depan aku akan mempersiapkan semua, gerbang baru dari kehidupan. Sebuah babak, semoga tuhan mempermudah.
            Sekali ku ucapkan barakallah sahabatku Meri Julianti dan Suami ^_^. Semoga tahun depan tuhan mempermudah langkah ku untuk mengikuti jejakmu. ^_^ (am..in)


Rabu, 14 Disember 2016

MEMBACA MEMBUAT BAHAGIA



Buku sama seperti matahari menyinari bumi. Lewat sinarnya  memberi pencerahan pada makhluk hidup. Tak terbayang bila tidak ada sinarnya secara perlahan makhluk hidup akan mati. Sinar merupakan energi terhebat, membantu aktivitas manusia. Itulah analogi sebuah buku dengan buku semua keadaan akan menjadi terang dan bercahaya.
Bayangkan dunia ini tanpa buku maka  orang-orang secara perlahan  akan mati akal dan tidak memiliki arah dan tujuan hidup. Terombang-ambing didalam kegelapan kalang kabut dengan kenyataan . Tak heran bila suatu negara  bila rakyatnya  kutu buku maka akan besinar dan maju.
Belajar dari Jepang  tiap sudut terlihat orang membaca. Di halte saat menunggu kendaraan mereka  membaca buku. Didalam kereta membaca buku. Bahkan ibu-ibu hamil menghabiskan waktu berjam-jam untuk membaca buku. Menurut mereka  membaca pada saat hamil berfungsi merespon kecerdasan sang bayi didalam kandungan. Orang Jepang menjadikan buku sebagai petunjuk hidup, dalam melangkah meraih kesuksesan.
            Itu adalah sebagai bahan cerminan. Betapa kekuatan dari membaca bisa merubah keadaan dan  menjadi tonggak awal menuju kesuskesan yang hakiki. Indonesia dan Jepang sama berjuang dititik Nol pada tahun 1945. Indonesia baru merdeka sedangkan Jepang negaranya luluh lantak karena dibom oleh Sekutu namun   sekarang Jepang jauh lebih maju. Menyandang Singa Asia sedangkan Indonesia masih saja menjadi negara berkembang.
Bagaimana kekuatan dari membaca melatih otak kanan dan otak kiri  menjadi seimbang. Bila otak kiri yang dominan maka karakter yang timbul adalah akan cenderung untuk teratur.  Berjalan lurus dan tidak memiliki keberanian untuk mencoba hal yang baru. Bila otak kanan yang dominan maka cenderung bertindak bebas tidak terkendali  tapi optimis dan selalu ingin mencoba hal yang baru. Kalau otak kanan dan kiri bisa berkerja secara seimbang maka karakter dari manusia itu adalah cerdas, stematis dan optimis.
Membaca menumbuhkan sebuah rasa dewasa dan membentuk karakter tersendiri.  Secara tidak langsung pergulatan emosi yang terjadi dalam konflik membuat kita berpikir realalistis. Terhayut didalamnya untuk lebih bijak menyikapi segala permasalahan. Terkandung sebuah sudut padang yang berbeda.
Membaca juga adalah sebuah hasrat yang  tubuh begitu saja tak bisa  terbendung tidak bisa terhalang. Hasrat yang begitu nikmat dan terasa manis. Semanis gula. Membaca juga perlu sebuah rasionalisasi untuk mengtahui pesan yang disampaikan.
Sejak aku lancar membaca. Aku ingat waktu itu kelas 3 SD. Aku mulai gemar membaca  cerita-cerita yang ada didalam buku paket B.Indonesia seperti Timun Emas , Pak Padir seiring sejalan bacaan mulai merabah  komik, hikayat, cerpen dan kisah-kisah para Nabi. Aku juga suka mendengarkan dongeng-dongeng yang dikisahkan oleh nenekku saat menemani tidur.
Saat istarahat aku lebih sering menghabiskan waktu diperpustakaan daripada ke kantin untuk jajan. Aku bisa memijam 2 atau 3 buku.  Bila sudah ketemu buku terutama buku cerita yang berbau apapun maka aku rela berjam-jam membaca itu buku.  Sampai pernah aku tidak tidur  karena  untuk menghabiskan membaca  buku. Soalnya mau diambil sama teman. Aku bisa menyelesaikan membaca buku  setebal Hary Poter dalam satu hari satu malam. Aku biasanya berhenti membaca saat waktu sholat, mandi dan makan.
Tidak heran bila buku yang ada diperpustakaan  SMP hampir semua sudah aku baca.  Buku berbentuk roman seperti Salah Asuhan, Van De Rijk sekaligus biografi bapak Suharto, BJ Habibie dan masih banyak lagi yang telah selesai aku baca.
Tak heran bila dari SMP hingga sampai tamat kuliah ini yang paling akrab dan kenal baik denganku adalah penjaga perpustakaan. Dia sudah hapal dengan wajahku merupakan sebuah keuntungan. Mempermudah dalam proses memijam buku dengan jumlah  banyak.
Mulai SMA aku mulai menyisihkan uang jajanku untuk membeli buku. Buku pertama yang aku beli adalah buku kumpulan cerpen Rembulan Sepasi karya Pipit Senja.  Aku tetap berburu buku meski orangtuaku sempat complent karena menurut mereka lebih baik uang itu ditabung untuk membeli pakaian atau kebutuhan yang lebih bermanfaat  daripada sebuah buku yang hanya sekali saja  dibaca maka disimpan didalam lemari.
Saat kuliah aku tinggal diasarama jadi otomatis dapat jatah bulanan. Aku semakin leluasa untuk membeli buku. Aku selalu mentargetkan satu bulan min 1 buku yang dibeli. Alhamdulilah sekarang koleksi buku sekitar 89 buah hampir keseluruhan adalah buku novel.
Dari semua buku itu yang paling menginsprasi ada berapa buku yaitu yang pertama  adalah Sang Pemimpi karya Andrea Herinata. Kandungan didalam buku itu mengajarkan arti dari  kekuatan sebuah mimpi . Mimpi awal dari sebentuk harapan yang akan menjadi nyata. Aku sampai membaca   buku ini berkali-kali. Saat aku lelah  menggapai harapan jadi semangat kembali. Saat selesai membaca buku  selalu air mata itu mengalir dengan sendirinya. Aku melangkah dengan pasti membangun impiaku yang sempat memudar.
Buku ini juga membuat aku berani menuliskan mimpi-mimpi diselembar kertas.  Target-target yang inggin aku capai dalam jangka pendek maupun jaga panjang.  Salah satu mimpiku adalah Bila hari ini aku membaca karya orang lain maka suatu saat nanti  karyaku yang akan dibaca orang.
Buku kedua yang paling menginspirasi adalah “Berbahagialah” Dr.‘Aidh Al-Qarni. Buku ini memberikan sebuah energi postif dalam diriku. Bahwa tidak ada waktu untuk bersedih. Andai saja tiap hari aku menghapal satu 1 ayat Al-Quran  berapa ayat Al-Quran yang aku hapal dalam satu tahun. Andai aku membaca  buku seminggu satu buku maka berapa ilmu yang aku dapat.  Dan bila aku menulis satu hari satu lembar berapa lembar tulisan yang aku hasilkan dalam  satu tahun . Buku itu mengajarkan bahwa  satu hal  yang kecil bisa berbuah besar bila dilakukan dengan rutin dan sesuatu yang terlihat berat akan terasa ringan jika dilaksanakan dengan sebuah keikhlasan tanpa beban. Sekaligus menyampaikan pesan bahwa tidak ada waktu untuk bersedih karena semua hari itu bermakna.
Buku ketiga yang sangat menginspirasi aku adalah “ Ayat-Ayat Cinta”. Tidak salah bila buku ini dikatakan buku pembangun jiwa. Buku ini menumbuhkan motivasi didiriku untuk bisa berkarya seperti Habiburahman. Buku ini aku beli saat kelas 2 SMA. Akupun dengan susah payah menabung uang dan rela tidak jajan total. Senangnya bukan main saat aku bisa memiliki ini buku.
 Daerah tempat tinggalku masih sangat susah akses buku. Nama daerahnya adalah Baturaja. Saat ada kesempatan  berlibur ke kota Palembang. Senangnya bukan main kesempatan untuk berburu buku didepan mata. Meski  jaraknya kota palembang dengan tempat tinggalku membutuhkan waktu 4 jam. Aku harus berjuang dengan sekuat tenaga biar tubuhku fit. Mabok dalam perjalanan bukan menjadi penghalang.
Sangat kebetulan  lagi ada acara bazar buku murah. Nafsu belanjaku tidak terkendali. Itulah kalau sudah melihat buku aku tidak bisa berpikir panjang semuanya disikat. Sekejap uang tabungan aku ludes. Untung uang  ongkos pulang ke Baturaja sudah aku pisahkan sebelumnya kalau tidak bisa-bisa aku hanya gigit jari. Aku hanya manfaatkan momen yang jarang terjadi .
Bila kita tercenung sejenak tak terurai kandungan  cahaya yang ditebarkan dari buku. Menebarkan benih-benih kehidupan memercikan buah untuk dinikmati. Bersemai sebuah harapanan dalam menjemput masa depan. Terdampar lautan mimpi yang harus kita digapai. Bertabur bintang dalam derap langkah.
Buku adalah napas bagi hidupku. Salah satu kebutuhan pokok yang tak bisa tergantikan dengan yang lain. Seandainya diberi dua pilihan perhiasan atau buku maka aku akan memilih buku meski harganya lebih murah. Buku membuat aku mengenal banyak hal yang tidak aku temui didunia pendidikan.
 Ada pepatah mengatakan bahwa buku adalah jendela dunia. Memang benar pepatah itu dengan buku secara tidak langsung  aku dapat mengenal kekayaan bumi.  Keanekaragaman yang terdapat didalamnya. Budaya hidup masyarakat. Macam - macam  perbedaan menjadi sebuah ciri khas suatu negeri dan tak kalah pentingnya membuka cakrawala  berpikir betapa besar kuasa tuhan.
Buku bagiku  bagaikan air yang bisa melepas dahaga dan membuat suhu tubuh menjadi seimbang. Bagaimana dari sebuah buku aku bisa merasakan banyak hal dan pengalaman yang berharga. Banyak sebuah misteri dan pertanyaan dalam benak bisa aku temukan jawabanya dibuku. Membaca membuatku bahagia.
*****

Selasa, 13 Disember 2016

WAJAH PENDIDIKAN CERMINAN DARI SEBUAH GENERASI BANGSA



Bila ada kata pepatah mengatakan bahwa guru pahlawan tanpa tanda jasa,itu benar adanya. Pekerjaan guru sangatlah mulia. Orang hebat, besar dan suskes itu terbentuk dari perpanjangan tangan guru. Guru merupakan ujung tombak dari sebuah genarasi. Laksana busur yang dilepaskan, tepat sasaran atau melenceng itu semua tergantung dari pendidikan yang didapat selama bangku sekolah.  Maka tak heran bila wajah pendidikan cerminan dari sebuah generasi bangsa.
Lihatlah negera yang maju, bagaimana wajah pendidikan mereka bandingkan dengan negara yang terbelakang. Ada perbedaan bagai bumi dan langit. Saat kalah perang perdana menteri Jepang mengatakan berapa guru yang masih hidup? Bukan seberapa harta yang tersisa? Berapa korban jiwa? Berapa pasukan militer ? Itu menandakan nilai sebuah guru laksana mutiara yang berkilau. Maka tak heran Jepangpun bisa begitu cepat bangkit dari berbagai lini. Mereka tidak memiliki sumber daya alam melimpah, tapi mereka mempunyai pendidikan yang bisa menciptakan daya piker. Apa yang tidak ada menjadi ada ? Apa yang tidak mungkin menjadi mungkin ? Maka tak heran negara mereka berkembang dengan pesat.
Bercerminlah dari pendidikan negara maju, Indonesia jauh ketinggalan kereta. Kenapa itu bisa terjadi, apa kita kekurangan sumber daya manusia, guru-guru terbaik yang jenius. Ternyata kita tak kekurangan guru-guru cerdas dan anak-anak yang cerdas.  Lihatlah, anak-anak bangsa tak jarang  menjuarai berbagai olimpiade sains,  penemuan dalam bidang teknologi tak kalah. Lalu, apa masalahnya? Kurangnya asperasi dan penghargaan terhadap pemuda bermutu. Sehingga mereka tumbuh tanpa bisa berkembang dan berbuah. Mereka tak diberi wadah dan dirawat dengan baik.
Selain itu ada hal hal yang lebih mendasar merupakan pondasi dari banguan tersebut. Pendidikan moral yang terlupa. Lihatlah wajah pendidikan kita bagaiman nilai diatas kertas menjadi sebuah kebanggaan. Nilai-nilai dan etika terlupakan, tentang sebuah proses pencapainan yang tidak penting. Kita selalu lebih condong hasil daripada proses. Nilai sembilan diatas kertas disambut dengan kebanggaan meski hasil mencontek. Sedangkan nilai lima menjadi tidak berharga meski hasil kerja keras.  Betapa angka menjadi dominan, malah seakan menjadi ajang perlombaan untuk membentuk eksistensi diri.
Tak heran terbentuklah sebuah karakter mencontek dan kecurangan menjadi sebuah budaya. Bandingkan dengan Jepang, proses itu menjadi harga mati. Hukuman bagi siswa yang ketahuan berbuat curang dikeluarkan dari ujian dan terancam tidak lulus. Tidak dibiarkan bibit-bibit kecurangan berkembang

Selasa, 6 Disember 2016

212 SAKSI SEJARAH BERSATUNYA UMAT MUSLIM



Peristiwa 212 menjadi saksi sejarah dari bersatunya umat muslim. Dari berbagai kalangan, kelompok, ormas dengan latar belakang yang berbeda. Tapi berpadu menjadi satu, membentuk kesatuan yang utuh. Siapa yang tidak bergidik, dan terharu melihat itu semua. Betapa kesatuan itu akan membentuk kekuatan, kekuatan yang bisa meruntuhkan ketidakadilan. Kesatuanlah yang membuat bangsa ini bangkit kearah yang lebih baik.
            Peristiwa 212 menjadi saksi sejarah bahwa islam tidak lagi terkontak-kontak, mau dia Salafi, HTI, Ikhawatul Muslimin, Muhamadiyah, NU dan lain sebagai. Menjadi satu padu, bahwa kita semua sama yaitu Al-quran sebagai pedoman hidup, dan  Muhamad Saw adalah nabi kita. Perbedaan-perbedaan kecil yang selama ini mencuat dan membentuk kontak-kontak, telah terhapus. Peristiwa 212 telah menyatukan hati-hati kembali. Perbedaan kecil itu, telah tertiup angin bersama ikatan ukhuwah. Kesatuan yang utuh dan saling melengkapi menjadi formasi yang ditunjukan sekarang. Semoga ini, menjadi cikal bakal kebangkitan dari kebaikan bangsa ini. Saat suara para ulama menjadi acuan dan didengar oleh milayaran umat.
            Peristiwa 212 menjadi saksi sejarah bahwa bangkitnya perekonomian bangsa ini. Semoga pengusaha-pengusaha baru bermunculan, brande-brande produk yang mendunia berdatangan, dan lapangan-lapangan pekerjaanpun terbentang luas. Seluas harapan dari jutaan umat muslim  yang bermunajat untuk kebaikan bangsa ini.
            Peristiwa 212 menjadi saksi sejarah bahwa kebangkitan dari islam itu sendiri. Semoga keberkahan menaungi bangsa ini menjadi lebih baik kedepannya. Seperti doa-doa yang terpanjat yang mengetuk pintu langit, dari jutaan umat yang melantunkan asma Allah.
            Peristiwa 212 telah merubah arah dari masa depan Indonesia yang lebih baik. Bersatunya kelompok-kelompok islam yang selama ini terkontak-kontak menjadi cikal bakal dari kejayaan bangsa ini kearah yang lebih baik. Semoga kesatuan ini akan terus terbina dan terus terbina karena sejatinya betapa indah ukhuwah itu. Kesatuan ini akan meruntuhkan tirani. Kesatuan ini akan membuat Indonesia menjadi Singa dunia.