Tentu
kita sudah tidak asing lagi dengan dengan kisah percintaan romeo dan Juliet, Laila
Majnun atau Siti nurbaya. Sebuah kisah percintaan yang sangat fenomenal di
dunia dan Indonesia. Mampu menyedot perhatian dan menjadi perbincangan sepanjang
masa. Roman yang terkenal mengangkat tema percintaan. Cinta sepasang insan yang
terhalang oleh tembok. Cinta yang tidak bisa bersatu tapi abdi dalam kenangan.
Romeo dan Juliet, cinta yang tak bisa menyatu karena kedua orangtua memiliki
konflik antar keluarga dan mempertahankan keegoisannya masing-masing, tak ingin
melihat anak mereka menikah. Lain kisah dengan Laila Majnun, sebuah cerita dari
tanah arab. Mengisahkan dua cinta yang tidak bisa menyatu karena Majnun hanya
laki-laki biasa, Laila akhirnya dinikah oleh ayahnya dengan saudagar kaya. Sedangkan
cerita Siti nurbaya yang dipaksa menikah dengan datuk Maringgih, agar ayah terbebas dari
utang. Cinta Siti nurbaya pada Samsu tak bisa bersatu. Kisah cinta yang
dramatis menguras setiap mata untuk menitikan airmata. Lalu bagaiamana dengan
LGBT? LGBT, bukan seperti kisah Romeo
dan Juliet atau Laila Majnun serta Siti nurbaya. Ini kisah cinta yang terlarang.
Tak ada yang salah dengan cinta,
cinta sejati fitrah dari sang pencipta. Lalu kenapa cinta itu menjadi telarang
karena cinta memiliki sebuah aturan main. Tak sementara harus sesuai keinginan.
Cinta sejati memiliki kelembutan yang akan melahirkan rasa pengertian. Cinta
hadir untuk saling melengkapi agar sisi itu menjadi sempurna dan melahirkan
energi. Bila baterai postif dirangkai
dengan baterai negatif lampu akan menyala. Itu terjadi, karena kekuatan tercipta dari hubungan baterai negative dan
positif yang saling terkait. Tapi beratus-ratus kali dicoba baterai negative dengan
negative serta baterai positif dengan positif disatukan lampu itu tidak akan
menyala. Tidak ada kekuatan yang hadir disana. Menyatunya sepasang insan tentu
memiliki sebuah tujuan yaitu berkembang biak. Sudah menjadi nalurinya setiap
makhluk hidup terikat dengan hubungan agar bisa beranak-pinak menjaga bumi agar tetap utuh dan memiliki genarasi.
Bila bunga tanpa kumbang maka duniapun akan gersang karena bunga tidak bergenerasi.
Bila kumbang tanpa bunga apa mungkin kumbang bisa bertahan hidup karena kumbang
tidak bisa menghasilakan madu, sebagai sumber makanan. Itulah sejatinya cinta,
ada keterkaitan untuk sebuah
keberlangsungan hidup.
Cinta
berbeda dengan nafsu, bila cinta akan berada pada ranah hati yang terkendali
sedangkan nafsu tidak bisa dikendalikan lagi. Semua harus terpenuhi tanpa memadang
sebuah sisi lain, kalau cinta akan banyak pertimbangan yang bermain dan
disertai dengan akal yang sehat.. Sejatinya cinta tidak melahirkan dampak
buruk, tapi sebuah kedamainan yang mententeramkan. Cinta akan menjaga sebuah
nama yang berpatok pada regenerasi yang berkelanjutan. Bila cinta berada pada
nafsu, dia hanya bermain pada sisi kepuasan diri.
Lalu bagaimana dengan LGBT, cinta
seperti apa yang sedang bermain pada ranah mereka? Cinta berdasarkan nafsu atau
cinta yang murni? Bila cinta murni akan melahirkan sebuah kebahagiaan tanpa
sebuah kerusakan-kerusakan yang lain. Lalu bagaimana cinta yang ditawarkan oleh
LGBT, itulah yang tidak sepaham dengan saya. Cinta dua insan yang berbeda
jenis, menuntut sebuah pengakuan dari masyarakat yang selama ini, telah
memiliki tataran yang baku tentang sebuah hubungan. Tujuan dari cinta sepasang insan
tersebut adalah sebuah penyatuan dan untuk melahirkan generasi berikutnya. Lalu
LGBT, cinta sepasang insan yang memutuskan sebuah hubungan generasi. Inilah
yang tidak sepaham dengan saya dan
diagap cinta terlarang. Sejati
cinta dia akan menumbuhkan sebuah bibit-bibit baru, bukan membunuh bibit yang
lain. Sejatinya cinta dia akan menebarkan benih, bukan membasmi benih-benih
tersebut. LGBT ini meresahkan khususnya saya masyarkat awam karena negeripun
bisa terancam punah tanpa keturunan. Tulisan tak hendak untuk menyudutkan tapi
mengajak untuk berpikir jernih. Tanyakan pada hati masing-masing? Apakah cinta
tersbut? Ini cinta atau Cinta yang berselimut nafsu?
Tiada ulasan:
Catat Ulasan