Sabtu, 23 Januari 2016

SEPOTONG KISAH : TIGA MINGGU TANPA LATTOP





            Sore itu, saat Lagi asyik ngetik  review novel ayat-ayat cinta 2, tiba-tiba lattopnya  mati. Aku lihat casan lampunya tidak menyala. Otak-atik sana-sini, lattop tetap tidak mau menyala. Berpikir bahwa casannya yang rusak karena sudah sering rusak. Sebulan yang lalu baru beli chager baru. Menarik napas dalam menenangkan diri. Menunggu libur dinas  baru bisa ke Bandar karena disini kalau mau beli sesuatu ini rata-rata ngak ada, kalau ngak kepasar Bandar, itu berarti butuh waktu khusus kesana.
            Dua hari kemudian selepas dinas langsung berangkat ke Bandar. Tapi tiga tempat yang dikunjungi casan ngak mau masuk dan lattop tetap tidak mau menyala. Seketika gundah gulana menyerang, wajah penuh guratan resah mulai bergemalayut. Ini bukan masalah ringan sesederhana casan rusak.
            “Mbak ini bukan casan yang bermasalah tapi tempat colokan yang rusak!”
            “Ohw, iya” lemas seketika seluruh persendian “Apa disini bisa benarin, Om?”
            “Ngak bisa, coba mbak kebelakang bank Mandiri, disana ada tempat service.”
            “Oce, terimakasih”
            Tanpa banyak kata langsung bergegas kesana, tak peduli teriknya matahari. Setelah lirik kanan dan kiri mencari alamatnya. Ketemu juga tempatnya.
            “Mbak mau service lattop?” kataku pada pegawai yang mengenakan baju biru
            “Langsung kelantai atas saja mbak!”
            Aku menaik tangga setapak demi setapak dengan seutas harapan bahwa lattop ini bisa benar.  Sedikit kaget dengan suasana disana. Semua laki-laki, tumpukan CPU, printer dan lattop. Ada 4 orang laki-laki yang sedang menghadap layar lattop. Menarik napas, meski ada aura tidak nyaman pada diri. Alhmudllah semua sopan-sopan, mungkin karena lihat penampilan yang mengenakan jilbab.
            “Kenapa mbak?”
            “Mau benarin lattop, tempat colok casanannya rusak, jadi ngak bisa ngecas?”
            “Ohw ya sudah tak lihat dulunya mbak?”
            Dia langsung mengamati dan mencoba berapa kali dengan chager lattop yang berbeda. Aku duduk termanggu, menunggu selang berapa menit abangnya datang dan bilang ngak bisa benarin tuh lattop karena alatnya tidak ada. Akupun menanyakan alamat yang kira-kira bisa service ini lattop, dia menyarankan sebuah tempat yang ada di pasar. Setelah mengucapkan terimakasih bergegas kesana. Tapi jawaban tetap sama malah menawarkan suruh beli yang baru dan tukar tambah.  Muter-muter kesana kemari berkeliling mengintari semua tempat, tetap saja hasilnya nihil. Kakiku rasanya mau copot.
            Entahlah apa yang kurasa saat itu, pastinya bercampur aduk menjadi satu. Nano-nano rasanya, membayangkan lattop ini rusak dan menjalani hari-hari tanpa lattop, membuat hati tercabik-cabik. Kehilangan sesuatu meski ini hanya sebuah benda, tapi bisa dibilang sahabat baik. Mau kemanapun pergi pasti dibawah. Ada nilai history yang tak akan tergantikan. Delapan tahun bukan waktu yang singkat , meski sering dipakau tak pernah sekalipun error kecuali casan. Sungguh tak kuat rasanya.
            Melangkahkan kaki ke Masjid yang berada tempat didepan pasa, tertunduk dipinggiran dengan hati yang resah.  Dua hari kemarin saja tanpa latto rasanya berat benar. Lalu sampai kapan menghabiskan hari sedangkan untuk memperbaiki pas pulang terlalu lama. Apalagi melihat jadwal dinas yang padat karena penambahan jam kerja. Tanpa sadar menintik airmata ini, tak bisa terbendung. Seketika kehilangan semangat dan harapan.
            Lattop adalah teman disaar jenuh di kostaan. Hari-hari terkadang terasa membosankan terobati dengan lattop. Saat libur dinas ngak ada kerjaan di kosta tetap ada kegiatan yang bisa dilakukan dengan lattop.  Bagaimana nanti akau harus melewati hari, biasanya bangun tidur buka lattop, mau tidur lattop, pulang dan pergi kerja lattop. Airmataku semakin deras mengalir.
            “Kenapa mbak?” Tanya bapak-bapak tempat menitipkan sendal atau sepatu kalau mau sholat. Dia sudah mengenalku, setiap kali ke Bandar dan sholat disana.
            “Apa dompetnya hilang?” dia memastikan lagi, dengan nada kasian.
            Aku hanya menggelengkan kepala, buru-buru menghapus airmata. Tak ingin menjadi pusat perhatian, lalu bergegas ke tempa wudhu. Sholat hajat meminta petunjuk, bersimpuh dan mengadu dengan segala asa. Lumayan tenang  hati.
            Terlintas dalam benak akan sesuatu, bukankah ada suatu tempat yang belum kukunjungi. Aku pernah melihat saat Ke Candra tak jauh dari sana ada tulisan  Service lattop. Bergegaslah kesanam dengan mengucapkan bismiallah.
            “Bisa mbak dibenarin, tapi sekitar dua minggu, dan biaya lumayan mahal karena harus dibongkar?”
            “Ohw, apakah lattop itu bisa benar? Bakal hilang ngak data-data didalamnya?”
            “Ngak bakal hilang mbak, hardisknya tidak rusak?”
            “Alhumdullah”
            Tanpa pikir panjang langsung bilang iya .  Ada sebuah ketenangan yang menyergap, setidaknya ada harapan lattop itu bisa baikan dan isinya tidak hilang.  Sedikit bisa terseyum akan sebuah harapan.
            Hari-hari terasa sangat berat tanpa lattop. Pernah tiba-tiba, bangun tidur buka tas mau ambil lattop. Lattopnya ngak ada, rasanya sesuatu. Seketika lemas menguatkan diri dan berusaha terseyum. Setiap hari menghitung pergantian jam, berharap waktu akan cepat berjalan dan lattop itu bisa pulih. Tetap saja hari itu terlewati dan berasa tidak lengkap dan kurang.
            Hingga tiba waktunya, hari jumat bersiap-siap mau ke Bandar ambil lattop sekalian ke toko buku. Tapi di konfirmasi via telpon, “Mbak mas bagian service lagi pergi, seperti belum selesai. Besok saya hubungin mbak”
            Ya sudah meski sedikit kecewa, mau diapain juga. Ngak jadi hari itu berangkat ke Bandar. Daripada bolak-balik, sekalian nunggu konfrmasi dahulu. Mengalihkan perhatian dengan membaca buku biar tidak larut dalam kesedihan.
            Besoknya, bolak-balik lihat HP, siapa tahu ada SMS konfirmasi tetap saja ngak ada. Siangpun datang, tak sabar rasanya. Langsung tak hubungin lagi buat dapat kepastian.
            “Mbak mau tanya gimana lattopnya?’’
            “Sabar, mbak. Lattop masih di service. Nanti dihubungin kalau sudah benar dan selesai diperbaiki!”
            “Kira-kira kapan mbak selesainya?”
            “Kan sudah dibilang nanti dihubungin kalau sudah selesai, semoga senin sudah benar.”  Dengan nada yang kurang bersahabat.
            Hancur lebur harapan-harapan itu, Bayangan lattop itu akan segera pulih segara sirna. Bisa menjalani rutinitas seperti biasa. Kesal, dongkol, bercampur aduk menjadi satu sehinga memutusakan untuk tidur siang, untuk menenangkan diri. Seninpun berlalu tanpa sebuah kepastian.
            Saat harapan yang tersusun itu hancur, saat itulah aku tak berani lagi untuk berharap. Iya aku tak yakin  apa mungkin lattop bisa benar disana. Ingin rasanya membatalkan dan mencari tempat service lain. Tapi biarlah dulu menunggu, sampai akhir bulan.
            Berusaha untuk tidak larut dan merusak mimpi-mimpi ini. Fokus terhadap segala hal. Iya akhirnya memutuskan menyisihkan waktu ke warnet, meski tempatnya tidaklah kondusif. Tapi apa mungkin harus terus berdiam diri, sementra waktu terus berjalan. Apa guna meratapi, toh dua minggu penuh harapan hanya kesia-siaan.Tapi harapan terbesar lattop itu pulih dan data-datanya tak ada satupun yang hilang, itu saja.
            Inilah sepotong kisah hari-hari tanpa lattop, terasa berat memang, tapi itulah kenyataan yang harus diterima. Mimpi-mimpi tak boleh pudar, tak boleh berhenti berbuat hanya karena lattop. Dulu aku pernah hampir kehilangan mimpi-mimpi ini. Dan tak akan kubiarkan hal itu terjadi, apapun kendala dan kondisi harus tetap tegak berdiri. Meski sendiri, meski tertatih, meski cucuran keringat serta airmata. Sama sekali mimpi tak boleh pudar. ^_^

Tiada ulasan: