Sabtu, 30 Julai 2016

SEPOTONG KISAH : ANDAI AKU JADI SEKOLAH PELAYARAN, APAKAH HIDAYAH ITU AKAN MENYAPA ?



           

 Telahir di kampung yang termasuk kategori terpecil dan tertinggal, disana aku tumbuh dan dibesarkan. Hutan yang menghijau dan sawah  membentang, selalu memberi oksigen yang menyejukan, beserta aneka buah yang selalu ada setiap musimnya. Dari sanalah sebuah mimpi itu tersemai.
            Di tanah kelahiranku, ada sebuah kebanggaan tersendiri bila anaknya menjadi seorang anggota militer, mungkin karena nenek moyang memiliki aliran darah pejuang. Kami sering mendengar cerita nenek dan kakek  tentang zaman pejajahan. Maka tak heran, tak hanya saya,  sebagian besar pemuda dan pemudi di kampung rata-rata bercita-cita tentara, polisi atau sekolah berkaitan dengan militer. Kedua orangtua dan keluarga sangat mendukung cita-citaku, apalagi gayaku yang tomboy dan suka  main di hutan. Aku mengikuti berbagai hal yang menujang seperti meraton pagi-pagi, minum susu peninggi badan ( walaupun badan tetap ngak tinggi) dan mengikuti karate.
            Selepas SMP, aku memiliki acang-acang untuk sekolah di pelayaran mengikuti jejak kakak sepupu. Apalagi kecil harapan untuk masuk Sma Negeri karena  tidak pernah dapat rangking. Sejujurnya terbersit sebuah keraguan, seperti dua sisi hati. Satu sisi menginginkan untuk sekolah disana, satu sisi lagi ada keraguan. Saat itu yang terbayang dibenak, andai benar aku sekolah militer. Apa mungkin bisa menjalani kehidupan yang  keras, seperti cerita kakak sepupu. Disana hal yang paling utama adalah otot dan senioritas tinggi. Bila tidak kuat mental bisa sakit dan tahan diri dengan perlakuan yang diluar naluri. Lama aku terdiam, fisikku memang kuat. Tak akan  mengeluh kena angin, panas, kehujanan karena sudah menjadi mainan sejak kecil. Tapi harus berlaku keras dan tegaan, rasanya bukan jiwaku. Sedangkan melihat, sapi atau ayam dipotong saja aku tidak sanggup. Kalau sekolah militer, harus memiliki jiwa tegaan dan terkadang berkaitan dengan kekerasan, main pukul dan fisik.
 Tuhan berkata lain, keraguanku terjawab, nilaiku mencukupi untuk masuk Sma Negeri yang ada dikota. Kecil peluangku mengambil SMK pelayaran dikota Palembang dan keluarga tidak begitu menggebu-gebu lagi. Sebenarnya dari kelas tiga smp mulai suka membaca buku dan majalah. Ada terbersit keinginan mengenakan jilbab, efek sering baca majalah annida. Dari sanalah kalau membeli pakaian yang lengan pajang. Hingga hidayah itu menyapa, tepat dikelas dua SMA. Aku resmi mengenakan jilbab. Keluarga dan orang-orang sekitar sempat meragukan, keputusan dan kemantapan hati untuk menutup aurat. Hari itu aku memutuskan untuk tidak ikut karate lagi, apalagi saat itu mentor atau guru tidak membolehkan saat latihan mengenakan jilbab. Teringat kata-kata dari majalah yang kubaca “Jilbab adalah pelindung diri. Kau tak perlu takut orang lain berbuat iseng karena jilbab akan melindungi dirimu.”  Zaman itu dapat dihitung dengan jari orang yang memakai jilbab termasuk disekolahku yang hanya berapa biji.  Saat itulah, pupuslah dan terhapus cita-cita jadi polisi wanita atau tentara wanita. Hidupku berubah seratus delapan puluh derajat.
Ya, hari itu aku belajar satu hal bawah recana tuhan begitu indah. Tuhan memberikan keraguan terhadap sesuatu, karena tuhan tengah mempersiapkan hal lain, pada waktunya akan ada jawaban dan saat itu hanya satu kata yang bisa kau ucapkan “Tuhan Maha Baik”. Andai aku tetap menuruti hawa nafsu dan menuruti permintaan keluarga saat itu, hanya demi terlihat keren di mata lingkungan, yang mengagap anak  sekolah di militer “sesuatu” seperti kata syahrini.  Terus mengabaikan  keraguan dari suara hati, apa mungkin hidayah itu akan datang menyapa dan aku  bisa mengenakan jilbab seperti saaat ini. Hidayah itu sangat mahal. Aku sangat bersyukur tidak jadi sekolah pelayaran, padahal seluruh keluarga begitu mesuport dan kakak sepupu juga begitu mendukung, sampai mau membantu mencari chanel, biar setelah tamat  bisa langsung kerja. Baik menurut kita dan oranglain, belum tentu terbaik menurut tuhan. Tuhan maha tahu segala sesuatu. Boleh jadi dari padangan mata, itu sebuah kenikmatan. Tapi  di mata Allah menjadi ladang musibah dan kemurkaan, karena tuhan tak pernah salah. Bila keraguan itu bersemai didadamu, maka serahkan jawaban kepada tuhan. Jawaban dari tuhan itulah yang terbaik.  Tuhan tak pernah salah memberi jawaban. Apa mungkin aku bisa bekerja dengan baik bila tidak satu jiwa dengan sebuah pekerjaan. Yang adalah perasaan tertekan dan tersiksa. (Tulisan tidak memadang bahwa tugas polisi atau tentara atau yang berkaitan dengan militer itu tidak baik. Bagi saya itu salah satu pekerjaan yang keren. Tapi saya tidak memiliki jiwa untuk menekuni profesi tersebut.).

Tiada ulasan: