Rabu, 18 November 2015

REVIEW BUKU : RENGGANIS ALTITUDE 3088, AZZURA DAYANA



Novel ini berkisah tentang pendakian  ke puncak Rengganis. Delapan orang pemuda bernama Fathur,  Dewo, Dimas,  Nisa, Sonia, Acil, Ajeng, Rafli. Pendakian yang mereka lakukan tak semulus recana. Ada beragam kejadian dan peristiwa menegangkan. Rafli tiba-tiba hilang sampai akhirnya ditemukan di tepi danau tergeletak tak sadarkan diri, hingga akhirnya pendakian dipercepat karena berapa alasaan, termasuk stok makanan yang menepis. Meski ada kejadian mistis tak menyurutkan langkah mereka untuk menatap keindahan alam dari ciptaan tuhan.
Membaca novel ini saya merasakan seperti ikut bertualang bersama mereka, dan merasakan keindaham yang ada disana. Burung merak, rusa dan matahari terbit. Jadi ingin rasanya melakukan pendakian  Awalnya saya mengira,  saat Sonia  merasa  ada yang aneh dan ingin pulang ke basecamp menemui Acil yang sendirian,  berpikir ada kekuatan mistis akan terjadi, tapi  salah duga ternyata hanya babi hutan yang sedang di lawan oleh Acil. Disinilah letak bahwa penulis begitu lihai mengaduk pikiran pembaca sehingga bisa salah tebak.  Cerita yang disajikan seakan nyata dan detail  diterima oleh akal pikiran bukan hanya sekedar imjenasi. Penulis berhasil membawa pembaca terhayut kedalam cerita turut merasakan keindahan yang ada disana..
            “Sungai Cikasur adalah salah satu kesederhanan yang indah di bumi Argopuro. Sebuah sungai kecil beralur panjang dan sempit dengan airnya yang bersih dan jernih serta mengalir cukup deras. Suara gemuruh yang diciptakan oleh aliran air sungai entah mengapa jadi terdengar begitu merdu di telingga. Banyak tumbuhan selada air di sungai itu selalu dimanfaatkan pendaki untuk dimasak sebagai sayuran hangat. Tepian kiri dan kanan sungai di penuhi rerimbunan rumput tebal bernuasa hijau dan campuran antara putih dan coklat. Sungguh eksotik.
“Bunga-bunga kecil berwarna putih memang telah bermunculan di jalur yang dilewati tim. Batang-batangnya tumbuh berserak, dan rerimbunan hijau daunnya mewarnai kegembiraan di siang hari itu. Tak ada lagi nuasa kering serupa musim gugur seperti sebelumnya. Tapi, ya, bunga-bunga edelwis itu baru separo mekar.” (Hal, 73)
            “Kepala, puncak rengganis memang bukanlah berupa tanah hutan, akan tetapi berupa gunung kapur yang berbatu-batu. Dan meskipun sudah dekat sekali, tapi meninti jalur naik ke puncak tentunya membutuhkan kehati-hatian yang khusus, terutama jika kondisi hanya dibantu oleh penerangan senter, head lamp, dan bintang saja yang masih menyisa di langit.(hal,  97)
            “Iya, orang-orang itu sangat memprihatikan. Mereka mendaki karena mengaku mencintai alam. Tapi mereka sendiri yang mengkhianti cinta itu. Sesungguhnya bukan alam yang mereka cintai, tapi diri mereka sendiri.” (Hal, 113)
           

1 ulasan:

Azzura Dayana berkata...

Makasih yaa reviewnya :)
Baca juga unek2 saya di review Rengganis di sini: http://azzura-dayana.blogspot.co.id/2016/01/menjawab-rengganis.html