Khamis, 29 Oktober 2015

Semoga Kesampaian menulis novel dengan setting tanah kelahiran



*** Efek ngak bisa tidur tapi mau ngelanjut ngedit ngak kosentrasi. Ketemu ide ini, berharap suatu hari kelak bisa menulis novel dengan setting tanah kelahiran, beginilah kira-kira ceritanya****
“Kamu tinggal dimana?”
“Aku berasal dari kota seribu ojek?” itulah yang selalu kukatakan bila orang bertanya tanah kelahiranku.
“Dimana itu?”
Dengan nada penasaran setiap orang kutemui pasti menanyakan hal yang sama, “Di Baturaja, bila Palembang terkenal dengan Ampera, bila di Padang ada jam gadang. Lalu bila kalian berkujung ketempatku akan banyak ditemui para tukang ojek?”
“Ohw kirain, ada Raja yang jadi Batu, sehingga kotamu dinamakan Baturaja”
             “Memang benar ada raja yang menjadi batu karena kutukan si pahit lidah yang murka karena lamarannya ditolak oleh sang raja. Lalu dia mengeluarkan sebuah sumpah agar kerajaan tersebut menjadi batu. Itu semua karena kekuatan dari lidah si Pahit lidah, apapun yang ia katakan akan menjadi kenyataan. Kerajaan dalam sekejap berubah menjadi batu dan sekarang masih berdiri kokoh berbentuk gua. Ada  sang putri yang lagi mandi juga terkena kutukan. Bila kalian berkunjung kekotaku maka akan kutunjukan  tempat tidur raja, meja makan, ruang penyimpan padi dan ratu sedang  berbaring serta putri yang lagi mandi berubah menjadi batu.”
Kotaku memang memiliki daya tarik sendiri, merasa beruntung  bisa menghabiskan masa kecil disana.  Menjadi anak liar yang tak punya rasa takut. Meski suka kena marah  dan dihukum serta sering  mendengar cerita seram  tapi tak menyurutkan nyali. Tanpa alas kaki  kami mengintari hutan belantara, dan rata-rata temanku laki-laki semua.  Bila sepulang sekolah  suka mandi di sungai.  Memanjat pohon kelapa, berayun-ayunan didahannya lalu menceburkan diri, berenang, selalu begitu setiap harinya. Sekali-kali kami melompat dari jembatan, masuk kedalam dasar sungai. Berapa kali aku hampir tenggelam merenggang nyawa tapi  trauma yang membekas hanya dalam hitungan hari tak lama dari situ  diulangi lagi. Aku ingat saat duduk di bangku kelas 6 SD, benar-benar berhenti berenang,  untuk menyelam  saja rasanya takut. Sejak peristiwa itu.
****Tokoh hanya fiksinya, sebelum lanjut ngedit naskah ketemu ide ini. Semoga kesampainan amin.ami.in****

           

Tiada ulasan: